Pantaskah Anak Seorang Pemulung Di Pamerkan Saat Wisuda
oleh: Imam Nawawi |
Pada tanggal 2 Mei Universitas Islam
Jember menggelar rapat terbuka senat terbuka dalam sebuah acara wisuda ke 22 di
hoter new sari utama. Dalam acara tersebut menampilkan sosok seorang pemulung
sekaligus ayah dari wisudawan bernama Sugeng Hadi Wijaya dengan diiringi lagu
serta puisi yang membuat semua hadirin terharu dan sebagian ada yang menangis.
Mungkin dapat pembaca lihat di youtube di mana salah satu petugas yang
menggandeng mengatakan "Universitas Islam Jember berati bukan untuk mereka
yang berduit tapi juga seorang pemulung sekalipun bisa menjadi sarjana"
kurang lebihnya seperti itulah.
Dari sudut pandang saya hal tersebut
mungkin untuk memotivasi para hadirin bahwa ekonomi bukan penghambat bagi
seseorang untuk menjadi seorang sarjana. Di samping itu juga bagian dari
pencitraan kampus bahwasannya Universitas Islam Jember bisa menjadi solusi bagi orang- orang tidak mampu, agar tetap bisa kuliah sampai
menjadi sarjana.
Namun jika kita lihat kenyataan di UIJ,
betapa sulitnya untuk mendapatkan dispensasi dari keuangan. Bahkan mereka yang
ingin meminta dispensasi harus kesana-kemari untuk mendapatkan tanda tangan. Bagaikan
seorang pengemis segores tinta dari pihak kampus yang menangani masalah dispen.
Jika memang kampus ini benar-benar peduli kepada mereka yang tidak mampu,
harusnya tidak begitu sulit itu untuk mendapat dispensai.
Sealin itu secara psikologis meampilkan anak pemulung
jadi sarjana, apakah tidak menurunkan mental dari sarjana itu sendiri? Sekaligus
harga dirinya. Mengapa tidak menampilkan perjuangan Sugeng Hadi Wijaya dalam
mendapatkan dispensasi dari keuangan? Atau perjuangannya dalam mencari dana
kuliah dengan keahliannya menulisnya. Mengingat dirinya pernah menjadi wartawan
memo randum, pena nusantara, dan juga Radar Jember.
Ataukah hal ini adalah
suatu serangan dari kampus kepada Sugeng Hadi Wijaya untuk menurunkan mentalnya
dengan memberi tau kepada semua orang bahwa dirinya adalah orang miskin. Karena
sejauh ini Sugeng adalah anggota Lembaga Pers Mahasisa dan pernah menjadi
pimpinan umum dua periode antara tahun 2015 dan 2016 yang sangat terkenal
dengan tulisannya yang tajam dan menjadi sorotan pejabat kampus. Sampai-sampai
dirinya harus jumpa pers dengan staf yang terkena kritik oleh tulisannya.
Post a Comment